
Jepang, negeri yang kaya akan tradisi dan budaya, memiliki banyak festival dan upacara yang sarat makna serta spiritualitas. Salah satu tradisi yang paling menarik perhatian adalah Mikoshi, sebuah arak-arakan yang dilakukan dengan membawa miniatur kuil keliling kota. Mikoshi adalah simbol dari kehadiran dewa-dewa di tengah masyarakat, dan menjadi salah satu ritual terpenting dalam berbagai festival di Jepang, terutama saat musim panen. Tradisi Mikoshi telah berlangsung selama berabad-abad, dan menjadi bagian integral dari kehidupan masyarakat Jepang. Setiap tahunnya, ribuan orang berkumpul untuk merayakan festival yang penuh semangat dan meriah ini, yang melibatkan kepercayaan, kebersamaan, dan rasa syukur atas berkat yang diberikan oleh para dewa. Dalam artikel ini, kita akan menyelami lebih dalam tentang apa itu Mikoshi, sejarahnya, makna simbolis di baliknya, serta bagaimana tradisi ini terus berkembang dan dipraktikkan hingga hari ini. Secara harfiah, Mikoshi berarti “kendaraan ilahi” (dari kata “mi” yang berarti suci, dan “koshi” yang berarti tandu). Mikoshi adalah sebuah miniatur kuil yang digunakan dalam festival-festival Shinto di Jepang. Dalam kepercayaan Shinto, diyakini bahwa saat Mikoshi diarak, roh dewa (kami) meninggalkan kuil utama dan bersemayam sementara di dalam Mikoshi tersebut untuk berkeliling wilayah tempat mereka dihormati. Bentuk Mikoshi biasanya menyerupai paviliun kecil yang dibangun dengan indah, terbuat dari kayu yang dilapisi emas, dihias dengan ornamen-ornamen tradisional, serta diikat dengan kain berwarna cerah. Atapnya sering kali berbentuk melengkung, menyerupai arsitektur kuil Jepang, dan di puncaknya terdapat hiasan phoenix emas sebagai simbol perlindungan ilahi. Ukuran Mikoshi dapat bervariasi, tetapi kebanyakan cukup besar dan berat sehingga memerlukan puluhan orang untuk mengangkat dan mengaraknya. Mikoshi diusung oleh kelompok pengusung yang disebut kakegoe, yang mengenakan pakaian tradisional, seperti happi (jaket festival) dan fundoshi (semacam celana pendek tradisional), dan mereka akan berteriak “wasshoi!” secara serempak saat mengangkat dan mengarak Mikoshi. Tradisi Mikoshi berakar dari kepercayaan Shinto, agama asli Jepang yang sangat terhubung dengan alam dan roh-roh suci. Festival Mikoshi pertama kali dilakukan untuk memohon perlindungan dan berkat dari para dewa, khususnya selama masa-masa penting seperti panen atau bencana alam. Festival-festival ini awalnya dimaksudkan sebagai cara untuk menjaga keharmonisan antara manusia dan alam serta menunjukkan rasa syukur atas berkat yang diberikan. Seiring waktu, Mikoshi berkembang menjadi bagian tak terpisahkan dari berbagai festival di seluruh Jepang, terutama festival matsuri. Salah satu matsuri paling terkenal yang melibatkan Mikoshi adalah Sanja Matsuri di Tokyo, di mana Mikoshi diarak dengan semangat tinggi oleh ribuan orang di sekitar kawasan Asakusa, Tokyo. Meski tradisi Mikoshi sudah berabad-abad lamanya, esensinya tetap tidak berubah: membawa dewa-dewa keluar dari kuil untuk berinteraksi dengan komunitas mereka dan memberikan perlindungan serta keberkahan. Mikoshi memiliki makna spiritual yang sangat mendalam dalam kepercayaan Shinto. Mikoshi dianggap sebagai wadah suci bagi para dewa (kami) yang tinggal di kuil-kuil Shinto. Saat Mikoshi diarak, diyakini bahwa roh dewa tersebut masuk ke dalamnya dan berkeliling untuk memberkati wilayah sekitarnya serta melindungi komunitas dari kejahatan dan bencana. Selain sebagai bentuk rasa syukur kepada para dewa, Mikoshi juga menjadi simbol kebersamaan dalam masyarakat Jepang. Saat diarak, Mikoshi melibatkan banyak orang yang bekerja sama untuk mengusungnya. Semua pengusung harus bergerak secara sinkron untuk menjaga keseimbangan Mikoshi yang berat dan memastikan perjalanan berjalan lancar. Ini menciptakan rasa persaudaraan dan persatuan di antara para peserta festival. Mikoshi sering kali diarak saat musim panen sebagai bentuk rasa syukur kepada para dewa atas hasil bumi yang melimpah. Di beberapa daerah pedesaan Jepang, festival panen yang melibatkan Mikoshi dianggap sebagai cara untuk memberikan penghormatan kepada dewa-dewa pertanian, yang diyakini telah membantu memberikan panen yang baik. Salah satu festival panen terkenal yang melibatkan Mikoshi adalah Aki Matsuri (festival musim gugur), di mana orang-orang mengarak Mikoshi melewati ladang-ladang dan sawah sebagai bentuk permohonan perlindungan untuk musim panen berikutnya. Mikoshi diarak berkeliling desa atau kota dengan sorak-sorai meriah, sering kali diiringi oleh tarian tradisional dan musik taiko (gendang Jepang). Prosesi Mikoshi tidak hanya melibatkan pengusung Mikoshi, tetapi juga komunitas yang mendukung acara tersebut. Mikoshi biasanya diusung oleh sekelompok pria atau wanita yang bergantian memikulnya di atas bahu mereka, sementara beberapa lainnya bersorak, memukul genderang, atau meniup seruling. Pada saat arak-arakan dimulai, Mikoshi diangkat secara bersamaan oleh para pengusung dengan teriakan “wasshoi!” atau “sorya!”. Arak-arakan ini bisa sangat energik, dengan Mikoshi sering kali diayunkan naik turun atau digoyang-goyangkan dengan keras untuk menghibur dewa yang diyakini ada di dalamnya. Aksi ini juga dipercaya bisa mengusir roh jahat dan membawa keberuntungan. Beberapa Mikoshi bahkan sengaja dijatuhkan ke tanah, diguncang, atau dimasukkan ke sungai sebagai bagian dari tradisi lokal yang unik. Setiap daerah di Jepang memiliki cara yang sedikit berbeda dalam merayakan Mikoshi, tergantung pada tradisi dan budaya setempat. Salah satu festival terbesar di Tokyo, diadakan di Asakusa dan menarik ribuan pengunjung setiap tahun. Festival ini dikenal karena suasana yang sangat meriah dan jumlah Mikoshi yang diarak selama tiga hari perayaan. Festival musim panas terkenal di Kyoto yang berlangsung sepanjang bulan Juli. Mikoshi diarak pada puncak perayaan dan menjadi salah satu sorotan utama festival ini. Diadakan di Kuil Kanda Myojin, Kanda Matsuri adalah salah satu dari tiga festival besar di Tokyo, di mana puluhan Mikoshi diarak keliling kota dengan penuh semangat. Diadakan di Prefektur Nara, festival ini merupakan penghormatan kepada dewa gunung dan diiringi dengan arak-arakan Mikoshi yang melalui jalur pegunungan. Meskipun tradisi Mikoshi sudah berlangsung berabad-abad, modernisasi dan teknologi mulai merambah ke dalam prosesi ini. Di beberapa tempat, Mikoshi kini dilengkapi dengan lampu LED atau desain yang lebih futuristik. Namun, inti dari tradisi ini tetap sama: menghadirkan dewa ke tengah masyarakat dan merayakan rasa syukur bersama. Selain itu, beberapa Mikoshi kini dilibatkan dalam promosi pariwisata Jepang. Festival-festival yang melibatkan Mikoshi sering kali menjadi atraksi utama yang menarik turis dari berbagai belahan dunia. Ini tidak hanya membantu melestarikan tradisi, tetapi juga mengangkat budaya Jepang ke panggung internasional. Mikoshi adalah salah satu tradisi Jepang yang paling kaya akan makna spiritual dan sosial. Lebih dari sekadar arak-arakan, Mikoshi mencerminkan hubungan yang erat antara manusia dan dewa, serta rasa syukur terhadap alam dan hasil bumi. Melalui festival Mikoshi, masyarakat Jepang tidak hanya merayakan hasil panen, tetapi juga menjalin kebersamaan dan persatuan di antara mereka.